Saturday, February 17, 2018

Memperlakukan Anak Usia 14-21 tahun sebagai Sahabat


Berikut hasil diskusi grup WA Tunas Parenting 7-2.
Untuk memudahkan, selanjutnya saya menyebutkan M untuk diri saya sebagai moderator dan inisial nama peserta, sebagai apresiator.

***

M: Saya tertarik dengan sebuah konsep pendidikan yang berbasis Islam, dimana dalam membahas fase perkembangan anak dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Usia 0-7 tahun, perlakukan anak sebagai raja.
2. Usia 7-14 tahun , perlakukan anak sebagai tawanan.
3, Usia 14-21 tahun, perlakukan anak sebagai sahabat.

Konsep tersebut bisa dicari di google (paling gampang) dengan kata kunci, mendidik anak ala Ali bin Abi Thalib. Beliau adalah sahabat yang dididik langsung oleh Rasulullah saw dan mendapat gelaran sebagai gudang ilmu.

Pembagian fase tersebut tentu saja menimbulkan berbagai penafsiran, sesuai pemahaman seseorang.
Mari kita berdiskusi, untuk berbagi pemikiran, memaknai fase ketiga, perlakukan anak sebagai SAHABAT.

MQ: Saya punya adik usia 17 tahun, makna jadikan mereka sebagai sahabat, artinya harus mendekati, diajak bercerita/curhat, mengetahuu siapa teman-temanya, diajak terbuka tentang dirinya atau tentang pergaulan.

M: Bagaimana reaksinya selama ini?

MQ: : Hm…cukup terbuka, tapi belum terbuka banget kalau nggak ditanya, nggak diajak ngobrol.
Adik saya laki-laki, dia sangat akrab dengan kawan-kawannya. Terkadang seumuran mereka, kedisplinan kudu salalu diingetkan, kayak belum tertanam. Kalau kita larang ehh, malah dilakukan.


SW: Saya suka dengan fokus bahasannya. Sebenarnya untuk fase terakhir ingin sekali menganggap anak seperti sahabat, tapi sampai sekarang anak saya (14,5 tahun), masih seperti anak yang harus dituntun untuk disiplin, dll nya, mulai dari belajar sampai ke kegiatan kehidupan lainnya. Jadi, bagaimana, yah ?

M: Fase ketiga merupakan hasil dari perlakuan di fase pertama dan kedua. Mungkin perlu dievaluasi dan segera dikejar, mana-mana yang belum dilakukan? Tidak ada kata terlambat, hanya mungkin perlu perjuangan ekstra

SW: Begitu yah? Dimana saya bisa mendapatkan panduannya, untuk mengevaluai dan mengejar yang belum dilakukan?


M: Saya ada beberap buku parenting terbitan lama, tapi yang jadi andalan,, buku Tarbiyatul Aulad karya Abdullah Nashih Ulwan, kalau yang buku-buku modern, saya jarang membeli, hanya mengintip di google, maklum, baca-bacanya intens dulu, sebelum punya anak dan awal-awal punya anak, sekarang sih sudah punya cucu.

N : Saya setuju dengan anak umur 14-21 di jadikan sahabat. Kita bisa bercanda dan curhat sama mereka, jadi hati  lebih dekat dan karena dekat jadi lebih mudah untuk mengingatkan hal hal yang harus diwaspadai remaja. Alhamdulillah lebih bisa diajak kompromi untuk hal hal yang tidak boleh. Anak saya yang sulung umur 20 tahun (laki-laki) dan yang no 2  hampir 15 tahun (perempuan). Tapi untuk yang perempuan, sebelum ini banyak saya doktrin,  nggak boleh pulang malam,  nggak boleh nginap tempat teman,  nggak boleh pakai baju yang tidak sopan dll.  Alhamdulillah,  kelas 6 anak saya sudah ingin pakai jilbab.. Dan selalu cerita tentang kegiatan dan temannya. Hanya sedikit problem,  belum tumbuh untuk tanggung jawab pekerjaan di rumah, harus nunggu disuruh, mungkin karena saya sibuk bekerja, untuk menumbuhkan tanggung jawab di rumah jadi agak alpa.  Sering diselesaikan sendiri,  sehingga sekarang anak gadis saya belum tumbuh tanggung jawab pekerjaan rumahnya. Agak kepikiran karena anak gadis harus bisa pekerjaan rumah dengan baik untuk bekal dia jadi ibu. Gimana ya ibu ibu sarannya? Terima kasih.

M: Problem anak jaman now, kepekaan dan kesadaran yang rendah akan tanggung jawab pekerjaan di rumah. Yang jadi pertanyaan, bagaimana pembiasaan selama ini? Karena untuk urusan yang satu ini sangat tergantung pada pengertian yang kita berikan, penjelasan "ambak", "apa manfaatnya bagiku" jika trampil dengan pekerjaan rumah, juga kesempatan yang kita berikan, apalagi kalau kita sukses menjalin persahabatan dengan anak. Saya malah sering curhat ke anak tentang masalah-masalah pekerjaan rumah, sebagai salah satu cara menumbuhkan empatinya untuk ikut turun tangan mengatasinya.

N: Iya Umi,  itu mungkin kelemahan saya selama ini sering maklum dan kurang keras untuk pekerjaan rumah,  karena beban di sekolah mereka sudah banyak, sudah sering di ajak ngobrol cuma memang karena mereka kadang pulang sudah kelelahan jadi lagi lagi kita banyak maklum.  Mungkin karena ada asisten rumah tangga juga ya, yang jadi hambatannya.  Asisten rumah tangga datang pagi dan pulang jam 10 an.

M: Sistem sekolah tentu tidak bisa kita intervensi, artinya kita tidak bisa menuntut terlalu banyak ke anak yang kita sekolahkan di sana. Tinggal bagaimana kita berdamai dengan anak, butuh kesabaran untuk menunggu kesadaran itu muncul dari dalam diri anak, tapi jangan pernah berhenti mengkomunikasikannya dengan cara yang bervariasi. Mungkin selama ini cara yang digunakan belum klik dengan kesadarannya.

IA: Bukan hanya komunikasi dan menunggu kesadaran anak saja, dari kita sebagai orang dewasa juga perlu memberikan stimulus yang tepat yang dibutuhkan oleh anak. Kita ajak diskusi ananda, tanyakan hal yang paling dia suka, selain itu juga hal apa yang membuat dia sedih/kurang suka. Dari situ pemberian stimulasi akan lebih mudah.

Z : Anak saya yang pertama  19 tahun, dulu problemnya sama, kalau disuruh sering membantah dan semaunya ,tidak mau bantu kerjaan orang tua, tapi karena sekarang kuliah di luar pulau, Alhamdulillah sudah tumbuh kesadaran untuk berbakti kepada orang tua dan bisa lebih akrab seperti teman, kalau dulu kerjaannya berdebat terus sama kita, mungkin karena usia juga mempengaruhi ya? Sekarang ini malah kalau nelpon , saya jadi baper, kok anak saya  berubah banget, ya… Alhamdulillah...kan dia lagi kuliah di fakultas kebidanan, jadi tau betapa berat perjuangan seorang ibu. Jadi disini saya bisa ambil kesimpulan , bahwa kita sebagai ibu jangan pernah merasa bosan menasihati anak-anak, karena InsyaAllah semua itu tidak sia-sia. Karena apa yang kita sampaikan dulu masih diingat mereka dan diakui serta dijalankannya.           

DF: Aahh... apa harus nunggu sulung saya kuliah ya buat merasakan kalau dia masih butuh orangtuanya?

Z: Ga usah putus asa bunda, semua ada prosesnya, bisa cepat atau lambat, yang penting nasehat dan doa kita, tidak didengar sekarang, esok pasti mereka paham

M : Bisa dipercepat, pandai-pandai orang tua berkomunikasi, membuat rekayasa, dan motivasi.

Kesimpulan: Saat orang tua bisa menjalin persahabatan dengan anaknya di usia dimana anak sudah lebih bisa diajak berfikir, maka akan lebih mudah menghadapi berbagai permasalahan manusiawi yang umumnya hadir di usia remaja.

No comments:

Post a Comment